Laman

Jumat, 09 April 2010

Sedikit Berbagi Tentang Epilepsi

Begitu banyak kesimpang siuran tentang epilepsi, atau yang juga dikenal sebagai ayan. Banyak yang berpendapat bahwa epilepsi itu menular sehingga memberikan konsekuensi psikososial bagi mereka yang menderita. Perlu pengetahuan bagi kita mengenai epilepsi ini.



Apa sih epilepsi sebenarnya?



Epilepsi berasal bahasa Yunani yang berarti "serangan" atau penyakit yang timbul secara tiba-tiba. Definisinya adalah sindroma otak kronis dengan berbagai macam etiologi dengan ciri-ciri timbulnya serangan paroksismal dan berkala akibat lepas muatan listrik syaraf-syaraf otak secara berlebihan dengan berbagai manifestasi klinik dan laboratorik.



Apa aja sih gejalanya?



Manifestasi klinik (gejala klinis, red) adalah kejang-kejang, gangguan kesadaran atau gangguan penginderaan.

Manifestasinya juga tergantung dari tipe epilepsinya, seperti: epilepsi grand mal ditandai dengan hilang kesadaran dan bangkitan tonik-tonik, diawali aura berupa adanya perasaan tidak enak, mencium bau-bauan, mendengar gemuruh, mengecap sesuatu dan sakit kepala. Epilepsi petit mal timbul pada anak sebelum pubertas (4 -- 5 tahun). Bangkitan berupa kehilangan kesadaran yang berlangsung tak lebih dari 10 detik. Sikap berdiri atau duduk sering kali masih dapat dipertahankan Kadang-kadang terlihat gerakan alis, kelopak dan bola mata. Setelah sadar penderita dapat melanjutkan aktivitas semula. Dapat juga berupa anggukan kepala, fleksi lengan yang teijadi berulang-ulang. Bangkitan terjadi demikian cepatnya sehingga sukar diketahui apakah ada kehilangan kesadaran atau tidak. Bangkitan ini sangat peka terhadap rangsang sensori. Bangkitan dapat berlangsung beberapa ratus kali dalam sehari. Bangkitan petit mal yang tak ditanggulangi 50% akan menjadi grand mal.

Sedangkan pada epilepsi parsial terjadi bangkitan kejang pada salah satu atau sebagian anggota badan tanpa disertai dengan hilang kesadaran. Penderita seringkali dapat melihat sendiri gerakan otot yang misalnya dimulai pada ujung jari tangan, kemudian ke otot lengan bawah dan akhirnya seluruh lengan.



Manifestasi laboratoriknya dapat berupa kelainan EEG (elektroencefalogram). Secara sederhana dapat dikatakan bahwa setiap kelainan yang menggangu fungsi otak dapat memberi kelainan pada EEG. Namun tidak selalu gangguan fungsi otak dapat tercermin dalam EEG. Rekaman EEG dapat normal pada yang nyata-nyata menderita kelainan dan demikian pula sebaliknya. Tak ada kelainan yang patognomonis untuk suatu penyakit. Diagnosis epilepsi harus ditegakkan berdasarkan gambaran klinik. EGG dapat membantu menegakkan diagnosis, menentukan jenis epilepsi dan lokalisasi lesi.



Selain epilepsi, ada juga yang dinamakan dengan status epileptikus bila keadaan epilepsi berlangsung cukup lama atau serangan berlangsung berulang-ulang dengan interval yang sangat pendek sehingga memperlihatkan keadaan yang tetap. Belum ada kesepakatan mengenai lamanya serangan dan umumnya dikatakan sekurang-kurangnya 30 menit. Status epileptikus dapat terjadi pada setiap jenis epilepsi baik yang bermanifestasi kejang atau tidak. Walaupun demikian 80% merupakan status konvulsi. Dari seluruh penderita epilepsi 5% pernah mengalami status epileptikus. Pada status konvulsi serangan ditandai dengan kejang umum atau lokal. Penyebab yang paling sering ialah penghentian obat anti

epilepsi tanpa tapering off.



Mengapa sampai timbul epilepsi?



Banyak penyelidikan yang telah dilakukan untuk menerangkan tentang masalah bangkitan epilepsi antara lain oleh Herbert Jasper (Kanada), Lennox dan Gibbs (Amerika) antara tahun 1935 – 1945. Dari penyelidikan tersebut terungkap bahwa bangkitan epilepsi dicetuskan oleh suatu sumber gaya listrik saran di otak yang dinamakan fokus epileptogen, yang biasanya diketahui lokasinya tetapi tak selalu diketa-

hui sifatnya. Epilepsi yang tak diketahui sifat pencetusnya dinamakan epilepsi idiopatik, sedangkan yang dikenal sifat pencetusnya dinamakan epilepsi simtomatik.



Setiap jenis epilepsi dapat diketahui fokus epileptogennya, umpama epilepsi grand mal idiopatik fokus terletak di daerah talamus, epilepsi petit mal di substansia retikularis, epilepsi parsial di salah satu tempat di permukaan otak.



Pada hakekatnya tugas syaraf ialah menyalurkan dan mengolah aktivitas listrik saraf. Otak ialah rangkaian berjuta-juta syaraf yang berhubungan satu dengan yang lain melalui sinaps. Dalam sinaps terdapat zat yang dinamakan nerotransmiter. Acetylcholine dan norepinerprine ialah nerotranmiter eksitatif, sedangkan zat lain yakni GABA (gama amino butiric-acid) bersifat inhibitif terhadap penyaluran aktivitas listrik sarafi dalam sinaps. Pada epilepsi yang simtomatik fokus epileptogennya dapat berupa jaringan parut bekas trauma kepala, trauma lahir, pembedahan, infeksi selaput dan jaringan otak dan dapat pula neoplasma jinak dan ganas. Pada fokus tersebut tertimbun acetylcholine cukup banyak. Dari fokus ini aktivitas listrik akan menyebar melalui dendrit dan sinaps ke neron-neron di sekitarnya dan demikian seterusnya sehingga seluruh belahan hemisfer otak dapat mengalami muatan listrik berlebih (depolarisasi). Pada keadaan demikian akan terlihat umpamanya kejang yang mula-mula setempat selanjutnya akan menyebar ke bagian tubuh/anggota gerak yang lain pada satu sisi tanpa disertai hilangnya kesadaran. Dari belahan hemisfer yang mengalami depolarisasi, aktivitas listrik dapat merangsang substansia retikularis dan inti pada talamus yang selanjutnya akan menyebarkan impuls-impuls ke belahan otak yang lain dan dengan demikian akan terlihat manifestasi kejang umum yang disertai penurunan kesadaran. Pada epilepsi idiopatik dengan fokus epileptogen pada talamus (grand mal) atau substansia retikularis (petit mal) oleh suatu mekanisme yang belum diketahui, fokus-fokus tersebut dapat mengalami lepas muatan listrik berlebih. Bila lepas muatan listrik ini tak diteruskan ke korteks serebri tidak terjadi kejang, hanya kehilangan kesadaran seperti pada petit mat. Sedangkan bila aktivitas listrik ini dapat mencapai seluruh permukaan otak terlihat kejang umum dengan gangguan kesadaran. Pada orang tertentu dengan faktor keturunan (herediter bukan genetik; kalau genetik ada gen atau kromosom yang berpengaruh, sedangkan pada epilepsi, herediter yang berperan dimana ada faktor predisposisi atau faktor resiko yang diturunkan oleh keluarga) hanya didapatkan gangguan metabolisme asam glutamat yang dalam tubuh diubah menjadi GABA, sehingga GABA tak terbentuk atau terbentuk dalam jumlah sedikit sekali. Orang ini cendrung untuk mendapat serangan epilepsi. Atau dengan bahasa sederhananya, anak dengan orang tua yang epilepsi cenderung menjadi epilepsi karena ambang batas serangan kejang rendah akibat yang dapat menghambat serangan epilepsi tidak terbentuk. Tapi ini hanya terjadi pada 10% penderita epilepsi.



Berapa banyak sih penderita epilepsi?



Menurut data WHO, pada tahun 2000, diperkirakan penyandang epilepsi diseluruh dunia berjumlah 50 juta orang, 37 juta orang diantaranya adalah epilepsi primer, dan 80% tinggal di negara berkembang. Laporan WHO (2001) memperkirakan bahwa rata-rata terdapat 8,2 orang penyandang epilepsi aktif diantara 1000 orang penduduk, dengan angka insidensi 50 per 100.000 penduduk. Angka prevalensi dan insidensi diperkirakan lebih tinggi di negara-negara berkembang.



Epilepsi menimbulkan permasalahan medik dan kualitas hidup yang buruk bagi penyandangnya. Epilepsi berpengaruh luas pada aspek kehidupan penyandang, keluarga, dan lingkungan sosialnya. Lokasi fokus, tipe bangkitan, dan frekuensi bangkitan merupakan hal-hal yang berpengaruh terhadap dampak epilepsi pada aspek kehidupan penyandangnya.



Bisa gak sih epilepsi sembuh?



Epilepsi tidak bisa sembuh, kita hanya bisa mengatasi/mengendalikan serangan dengan atau tanpa obat, serta mengurangi/meniadakan dampak psikososial.

Ada beberapa hal yang mesti kita pikirkan dalam pengobatan epilepsi, yaitu: pilihlah obat sesuai dengan jenis epilepsinya, selalu dimulai dengan satu macam obat dengan dosis yang berangsur-angsur dinaikkan sampai serangan teratasi atau tercapai dosis toksis. Bila dengan dosis optimal serangan belum teratasi maka dapat dimulai dengan dosis yang juga berangsur-angsur dinaikkan, setelah kejang teratasi obat harus diberikan sampai 2-3 tahun bebas serangan, penghentian obat epilepsi harus secara perlahan-lahan, kalau fasilitas memungkinkan kadar obat dalam darah harus ditentukan.

Dalam segi psikososial kita harus menjelaskan kepada orang tua bahwa pengobatan epilepsi berlangsung lama dan terus menerus jadi orang tua sebisa mungkin jangan sampai lalai dan bosan apalagi menghentikan pengobatan yang nanti akan berakibat timbulnya serangan ulangan. Disamping itu efek samping obat baik yang berhu-

bungan dengan dosis maupun pemakaian yang lama harus dijelaskan kepada orang tua, karena obat-obatan seperti fenobarbital dapat menyebabkan perubahan perilaku pada ank seperti hiperaktip dan nakal.

Lingkungan juga harus mendukung persiapan mental anak, anak jangan sampai dijauhi, lingkungan harus tahu bahwa epilepsi bukan penyakit menular! Selama ini masyarakat menganggap bahwa epilepsi menular dari airliur atau busa yang keluar dari mulut penderita epilepsi ketika serangan. Perlu dipahami bahwa penularan yang dimaksud adalah penularan penyakit lain, jika penderita epilepsi punya penyakit lain! Seperti hepatitis. Jadi mulai sekarang, stigma sosial ini harus dihilangkan.

Lantas, bagaimana ketika kita menemukan seorang yang sedang kena serangan epilepsi?


Biasanya serangan ini berlangsung amat cepat sehingga kita tak punya cukup banyak waktu untuk melakukan sesuatu. Berusahalah untuk tidak panik, karena kepanikan kita akan membuat keadaan yang bertambah parah. Perlu diingat, kecacatan dan kematian seorang penderita epilepsi kebanyakan karena cedera akibat serangan epilepsi dan penanganan yang terlambat.

Hal yang bisa kita lakukan adalah:
<> Hindarkan penderita dari benda-benda berbahaya yang berpotensi melukai dirinya
<> Kendorkan pakaian di area leher, termasuk ikat pinggang, untuk oksigenisasinya.
<> Taruh bantal atau sesuatu yang lembut di bawah kepala. Hal ini dimaksudkan agar lidah tidak menutupi jalan nafas.
<> Baringkan dia menghadap ke satu sisi, agar tidak terjadi aspirasi (masuknya cairan ke dalam paru-paru)


Secepat mungkin memanggil ambulans bila penderita terluka, kemungkinan tertelan air atau cairan serta serangan berlangsung lebih dari 5 menit, karena yang dikhawatirkan adalah hipoksia (kurangnya oksigen) dari jaringan otak. Makanya, perlu sekali mencatat nomor-nomor penting seperti ambulans dan dokter keluarga anda.

Ini yang sering salah dan sering dilakukan:

<> Meletakkan benda di mulutnya, seperti sendok atau kayu. Karena menyisipkan benda di mulut kemungkinan tak banyak membantu malah mungkin tergigit, atau parahnya akan mematahkan gigi si anak.
<> Mencoba membaringkan penderita. Orang, bahkan anak-anak, secara ajaib memiliki kekuatan otot yang luar biasa selama mendapat serangan mendadak. Mencoba membaringkan penderita ke lantai bukan hal mudah dan tidak baik juga.
<> Berupaya menyadarkan penderita dengan bantuan pernapasan mulut ke mulut selama mendapat serangan mendadak, kecuali serangan itu berakhir. Jika serangan berakhir, segera berikan alat bantu pernapasan dari mulut ke mulut jika si anak tak bernapas.



Sebagai tambahan J

Berikut ini adalah beberapa dari sekian banyak orang ternama yang menderita ayan.

* Penulis: Dante, Moliere, Sir Walter Scott, Edgar Allan Poe, Lord Byron, Percy Bysshe Shelley, Alfred Lord Tennyson, Charles Dickens, Lewis Carroll, Fyodor Dostoevsky, Gustave Flaubert, Leo Tolstoy, Agatha Christie, Truman Capote.
* Pemimpin Dunia: Alexander Agung, raja Makedonia, Julius Caesar, Napoleon Bonaparte, Harriet Tubman.
* Olahragawan: Marion Clignet, Buddy Bell, Bobby Jones.
* Ilmuwan: Isaac Newton, Alfred Nobel.
* Tokoh Agamawi: Santo Paulus, Jeanne d'Arc, Søren Kierkegaard.
* Penggubah: George Frederick Handel, Niccolo Paganini, Peter Tchaikovsky, Ludwig van Beethoven.
* Aktor: Richard Burton, Michael Wilding, Margaux Hemingway dan Danny Glover.





*semoga bermanfaat, sehingga tidak ada lagi yang mengisolir, menjauhi dan mencemooh penderita dengan epilepsi karena alasan menular! Memang epilepsi bersifat herediter tapi ini hanya 10% dari seluruh penderita epilepsi. So, penderita dengan epilepsi adalah saudara kita, jadi perlakukan mereka seperti kita ingin diperlakukan!*

Dari berbagai sumber :
1
2

Tidak ada komentar:

Posting Komentar