Laman

Rabu, 14 April 2010

Kerasnya Hidup

Kerasnya hidup, membuat mereka sudah tak mampu membedakan baik dan buruk. Baik tapi tak menguntungkan, hanyalah angin lalu untuk diperturutkan. Buruk tapi menguntungkan, adalah lahan subur untuk diperebutkan. Tak perduli kepentingan orang lain yang dikorbankan.
Makhluk sosial hanya sebuah retorika dua kata tanpa makna pengaplikasian timbal balik.

Kerasnya hidup, entah memaksa dan terpaksa adalah hal lumrah di tengah kemiskinan yang tak pernah diharapkan. Ketimpangan peran sering dijumpai tanpa tahu solusi apa yang bisa diberikan. Eksploitasi di masa kanak kanak bukan cerita dongeng pengantar tidur. Adalah nyata ketika suara kerincingan tutup botol menjadi penadah receh. Tak lain untuk wanita yang melahirkannya yang duduk berteduh, santai, di bawah akasia pinggir jalan.

Kerasnya hidup, merelakan waktu berharga berkumpul bersama, menikmati tumbuhnya buah hati. Bahkan tak tahu kapan kembali. Semuanya hanya demi sesuap nasi penyambung hari hari orang terkasih.

Kerasnya hidup, melupakan rasa yang disebut ketakutan. Tak perduli nyawa adalah taruhan, asalkan pundi rupiah terisi hari ini.

Kerasnya hidup, menjadikan tiap hari adalah getir, menelan cercaan bulat bulat, menepis hardikan seolah tak pernah ada. Hari hari dilalui sebagai alas kaki manusia rendahan. Atau menjadi selingkuhan om om berkantong tebal, dan menebalkan muka berdiri di pinggir jalan menanti pelanggan.

Kerasnya hidup, memaksa ribuan janin berhenti proses kehidupannya, atau tak sempat menikmati ruang bebas bernama dunia. Kemudian menjadi bagian dari tumpukan sampah rumah tangga.

Kerasnya hidup, adalah kesempatan memilih menjadi seperti apa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar