Laman

Rabu, 05 Mei 2010

Esref Armagan



Mengetahui profilnya ketika membaca artikel di Tarbawi edisi 227. Esref Armagan, adalah laki-laki usia 57 tahun yang lahir dengan keadaan tuna netra, berasal dari Turki, dibesarkan oleh keluarga miskin hingga membuatnya tidak dapat mengenyam yang namanya dunia pendidikan.

Tapi, Maha Besar Allah dengan segala penciptaanya. Esref Armagan dianugerahi kemampuan luar biasa dalam melukis, yang ia pelajari secara otodidak. Bayangkan, bagaimana bisa seorang tuna netra mampu melukis sebuah benda yang tidak pernah sama sekali ia lihat dalam hidupnya?! Sedangkan kita normal saja, belum tentu mampu melukis sebegitu indahnya.


Esref Armagan kecil yang tidak bersekolah, mencari kesibukan lain selain bermain dengan teman sebayanya dengan mencoret-coret kotak kerja milik ayahnya. Dan selama 35 tahun, Esref melatih kemampuan melukisnya dengan medium cat cair. Salah satu keunikan cara melukis Esref adalah ia jarang menggunakan kuas, melainkan dengan jari-jarinya. Untuk membayangkan objek yang dilukisnya, Esref tak jarang menanyakan ciri-ciri dari objek yang dilukisnya. Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana mungkin membayangkan hal yang sama sekali belum pernah dilihat, baik objek maupun warnanya.

Saat diwawancarai oleh Discovery Channel, Esref menjawab, “Saya melihat dengan cara mendengar, dari teman-teman saya, dan orang yang mau berbagi informasi kepada saya. Saya tidak buta, saya bisa melihat segalanya dengan jari saya.” dan Esref mengatakan, "saya belajar tentang warna dengan mendengar. Saya mencari tahu berbagai informasi tentang warna-warna berbagai benda yang ada di muka bumi ini,”

Pada tahun 2008 dilakukan penelitian oleh Harvard University, Dr. Amir Amedi and Dr. Alvaro Pascual-Leone yang meneliti keadaan saraf dari Esref, ditemukan bahwa keadaan korteks visual Esref aktif, seperti orang normal. Amedi bersama Ehud Zohary di Hebrew University yang menemukan area yang aktif, korteks visual ketika Esref melukis. Korteks visual Esref seperti melihat apa yang ia lukis, yang mengasumsikan bahwa Esref benar-benar "melihat" apa yang ia lukis. Subhanallah.
Pada tahun 2004, Esref menjadi subjek penelitian John Kennedy untuk mengetahui persepsi manusia yang dikonduksikan oleh psikologi.

Inilah salah satu bukti kebesaran Allah..

Minggu, 02 Mei 2010

Vaksinasi

Sedikit jengkel beberapa waktu lalu saat baca postingan seseorang yang mengetag saya di facebook. Isi postingan tersebut menitikberatkan pada vaksinasi yang sedikit bermanfaat dan mempunyai banyak mudharat, dan diakhir postingan disebutkan bahwa tidak perlu vaksinasi lagi dan mari beralih ke pengobatan herbal.



Kenapa saya lantas menjadi sedikit jengkel?



Faktanya, ketika saya kepaniteraan klinik di departemen anak, semua anak yang terkena difteri hingga obstruki nafas derajat 3-4 adalah anak-anak yang belum pernah mendapatkan imunisasi DPT dan ulangannya. Atau anak-anak dengan campak, mereka adalah yang tidak dibawa untuk imunisasi campak. Disekitar kita, orang-orang yang sebelah kakinya lumpuh layu, hipotrofi, adalah mereka yang imunisasi polio-nya tidak pernah diberikan ataupun yang tidak lengkap. Atau anak-anak yang menderita tuberkulosis, kelengkapan BCG mereka pun patut dipertanyakan. Sedangkan yang mendapatkan imunisasi BCG pun tak lantas bebas dari penyakit menular ini.

Ketika saya kepaniteraan klinik di departemen bedah, semua bapak yang tertusuk paku atau benda sejenisnya berakhir dengan tetanus selain karena keterlambatan datang berobat, mereka adalah orang-orang yang tidak mendapatkan imunisasi DPT.

Negara kita adalah negara dengan sejuta sumber penyakit dengan status imun yang berkaitan dengan status gizi yang rendah penduduknya. Betapa kita masih memerlukan vaksinasi! Kalau ada cara lain selain vaksinasi yang bisa mencegah penyakit seperti polio, campak, tetanus, tuberkulosis dan difteri, saya akan sangat senang hati. Berikan solusi jangan cuma hanya mengatakan ini buruk, sementara solusi yang bisa kita berikan agar si buruk tadi bisa dihilangkan dengan si baik yang bisa kita kontribusikan bagi dunia kesehatan.

Sejarah vaksinasi tidak terlepas dari nama seorang ilmuwan Inggris, Edward Jenner. Edaward Jenner berhasil mengambil sebuah materi dari cacar yang ditularkan oleh sapi (cowpox) pada tahun 1796. Namun sesungguhnya, vaksinasi telah dikembangkan di Cina di tahun 200 masehi. Pada tahun 1880, Louis Pasteur telah menemukan cara vaksinasi untuk pencegahan infeksi melalui agen penyakit yang dilemahkan. Selanjutnya tahun 1886 Salmon dan Smith di Amerika Serikat telah memperkenalkan vaksin inaktif dengan menggunakan bakteri vibrio cholera yang dimatikan dengan pemanasan. Berdasarkan bahan imun yang digunakan ada dua jenis vaksin, yaitu vaksin hidup (aktif) dan vaksin inaktif.

Vaksin hidup terbuat dari virus hidup yang diatenuasikan dengan cara pasase berseri pada biakan sel tertentu atau telur ayam berembrio. Dalam proses ini akumulasi dari mutasi umumnya menyebabkan hilangnya virulensi virus secara progresif bagi inang aslinya. Didalam vaksin mengandung virus hidup yang dapat berkembang biak dan merangsang respon imun tanpa menimbulkan sakit.

Vaksin inaktif dihasilkan dengan menghancurkan infektivitasnya sedangkan imunogenitasnya masih dipertahankan dengan cara; (1) fisik misalnya dengan pemanasan, radiasi (2) chemis, dengan bahan kimia fenol, betapropiolakton, formaldehid, etilenimin. Dengan perlakuan ini virus menjadi inaktif tetapi imunogenitasnya masih ada.

Dahulu, sebelum ditemukannya vaksin, banyak penyakit yang tidak bisa kita cegah perkembangannya yang berujung kepada kematian. Bayangkan, cacar air saja bisa menyebabkan kematian! Namun, setelah ada vaksinasi, penyakit tersebut bisa kita cegah. Dengan diimunisasi akan muncul kekebalan aktif pada tubuh anak terhadap penyakit, dan walaupun tetap terkena maka akan lebih ringan dibandingkan anak-anak yang tidak diimunisasi.

Yang sering dikhawatirkan oleh ibu-ibu bila anaknya divaksinasi/diimunisasi, adalah kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) sepeti demam ringan sampai tinggi, bengkak, kemerahan, agak rewel. Itu adalah reaksi yang umum terjadi setelah imunisasi. Umumnya akan hilang dalam 3-4 hari, walaupun kadang-kadang ada yang berlangsung lebih lama. Boleh diberikan obat penurun panas tiap 4 jam, dikompres air hangat, pakaian tipis, jangan diselimuti, sering minum ASI, jus buah atau susu. Bila tidak ada perbaikan, atau bertambah berat segera kontrol ke dokter.

Mungkin beberapa dari kita pernah mendengar seorang anak yang lumpuh setelah divaksinasi, Sinta Bela. Setelah dirontgen tulang belakangnya, Sinta mengidap tuberkulosis di tulang belakang. Jadi, lumpuhnya Sinta bukan karena imunisasi tapi karena penyakit lain. Juga berita yang mengejutkan, beberapa anak di Jawa Barat menjadi lumpuh setelah divaksin polio. Dan setelah dilakukan pemeriksaan virologi, anak-anak tersebut telah terinfeksi polio liar sebelumnya. Autisme yang dulu diduga akibat merkuri atau vaksinasi MMR, ternyata berbagai lembaga penelitian resmi di luar negeri menyatakan tidak ada hubungan MMR dengan autisme atau kandungan merkuri di dalam tubuhnya ternyata tidak tinggi Beberapa KIPI berat lain, setelah diperiksa oleh ahli-ahli di bidangnya terbukti bahwa KIPI tersebut akibat penyakit lain yang sudah ada sebelumnya, bukan oleh imunisasi.

Perlu diketahui bahwa, negara maju pun masih memerlukan vaksin sebagai pencegahan infeksi. Lalu, masihkah kita mau mengorbankan anak-anak masa depan kita hanya karena KATANYA vaksin itu berbahaya?!!

Rabu, 21 April 2010

Timpanoplasti Tipe 1/Miringoplasti

BAB I

Pendahuluan



Gendang telinga/membran timpani/tympanic membrane/eardrum adalah suatu membran/selaput yang terletak antara telinga luar dan telinga tengah. Fungsi membran ini sangat vital dalam proses mendengar. Bila terjadi kerusakan pada membran ini dapat dipastikan bahwa fungsi pendengaran seseorang terganggu. Robeknya membran ini merupakan salah satu kerusakan yang sering dialami baik pada anak-anak maupun dewasa.

Penyebab robeknya membran ini antara lain disebabkan oleh infeksi telinga tengah (otitis), trauma baik secara langsung maupun tidak langsung misalnya tertusuk alat pembersih kuping, suara ledakan yang berada di dekat telinga kita, menyelam dengan kedalaman yang dianggap tidak aman, trauma kepala akibat kecelakaan kendaraan bermotor dan sebagainya. Umumnya tanda dan gejala robeknya gendang telinga antara lain nyeri telinga yang hebat disertai keluar darah dari telinga (yang disebabkan trauma) sedangkan yang disebabkan infeksi umumnya terdapat demam yang tak turun-turun, nyeri telinga (otalgia), gelisah dan tiba-tiba keluar cairan/nanah dengan atau tanpa darah.

Umumnya dokter THT akan menangani keadaan akut ini dahulu dengan meredakan gejala dan sumber penyebabnya sambil dievaluasi kondisi membran/gendang telinganya. Bila gejala dan sumber penyebabnya telah tertangani dan dalam penilaian selama 1 bulan gendang telinga ini tidak menutup spontan, biasanya akan disarankan penutupan gendang telinga ini melalui prosedur pembedahan/operasi (tentu setelah dievaluasi manfaat penutupan membran ini diharapkan dapat mengembalikan fungsi pendengaran, mencegah bahaya infeksi berulang pada telinga tengah).

Timpanoplasti adalah prosedur pembedahan yang dirancang untuk dapat menutup robeknya membran timpani. Ada lima tipe timpanoplasti menurut Wullstein dan yang paling sering dilakukan dan membutuhkan metode yang sangat teliti. Oleh karena itu, referat ini akan membahas tentang timapnoplasti tipe 1 atau miringoplasti.




BAB II

Pembahasan



II.1 Definisi

Timpanoplasti adalah prosedur pembedahan/rekonstruksi pada membran timpani disertai atau tidak disertai oleh penanduran membran timpani. Sedangkan miringoplasti atau timpanoplasti tipe 1 adalah prosedur pembedahan rekonstruksi yang terbatas memperbaiki perforasi membran timpani dengan rantai tulang pendengaran utuh, mobil, tidak terdapat jaringan patologik telinga tengah.1



II.2 Sejarah

Sejarah rekonstruksi perforasi membaran timpani yang ruptur sudah dilakukan sejak tahun 1640 oleh Banzer, pada saat itu digunakan tandur dari vesika urinaria bai. Selanjutnya pada tahun 1853 oleh Toynbee, di tempatkan suatu karet yang dilekatkan pada kawat di atas membran timpani, prosedur ini dilaporkan meningkatkan kemampuan mendengar. Yearsley (1863), menempatkan bola kapas di atas perforasi membran timpani, sedangkan Blake (1877) menempatkan potongan kertas. Selanjutnya di tahun 1876, Roosa merawat perforasi membran timpani dengan kauter kimia. Berthold (1878) menempatkan plester gabus untuk menyingkirkan epithelium dari membran timpani dengan full thick skin graft. Dan pada tahun 1950, Wullstein and Zollner memperkenalkan prosedur small thick skin graft, selanjutnya Wullstein mendeskripsikan lima tipe timpanoplasti yang dikenal hingga sekarang. Shea (1957) untuk pertama kalinya melakukan medial graft dengan vein graft, diikuti oleh Storrs tahun 1961 dengan memperkenalkan penggunaan fasia temporalis graft dan medial graft dan House, Glasscock dan Sheehy (1961 dan 1967) memperkenalkan teknik lateral garft.2



II.3 Embriologi dan Anatomi Membran Timpani

Pembentukan membran timpani di masa embrional dimulai di minggu keempat usia gestasi, dan berkembang dari tiga lapisan, yaitu ektoderm – 1st branchial groove, endoderm – 1st branchial pouch, mesoderm – 1st and 2nd branchial arches yang berasal dari kantong faring pertama. Endoderm membentuk kavitas timpani yang kemudian akan meliputi osikel telinga bagian dalam. Secara simultan, kantong faring pertama membentuk meatus akustikus eksterna. Dipisahkan oleh lapisan tipis mesoderm splanchnic, kavitas timpani dan meatus akustikus eksterna bergabung membentuk membran timpani.2,3



Gambar 1. Embriologi Membran Timpani







Gambar 2. Membran Timpani Dari Tiga Lapisan



Membran timpani dibentuk dari dinding lateral kavum timpani dan memisahkan liang telinga luar dari kavum timpani. Membrana ini panjang vertikal rata-rata 9-10 mm dan diameter antero-posterior kira -kira 8-9 mm, ketebalannya rata-rata 0,1 mm. Letak membrana timpani tidak tegak lurus terhadap liang telinga akan tetapi miring yang arahnya dari belakang luar kemuka dalam dan membuat sudut 450 dari dataran sagital dan horizontal. Membrana timpani merupakan kerucut, dimana bagian puncak dari kerucut menonjol kearah kavum timpani, puncak ini dinamakan umbo. Dari umbo kemuka bawah tampak refleks cahaya ( none of ligt).4



Gambar 3. Membran Timpani

Membran timpani mempunyai tiga lapisan yaitu :5

1. Stratum kutaneum ( lapisan epitel) berasal dari liang telinga.
2. Stratum mukosum (lapisan mukosa) berasal dari kavum timpani.
3. Stratum fibrosum ( lamina propria) yang letaknya antara stratum kutaneum dan mukosum.



Lamina propria yang terdiri dari dua lapisan anyaman penyabung elastis yaitu:

1. Bagian dalam sirkuler.
2. Bagian luar radier .



Secara Anatomis membrana timpani dibagi dalam 2 bagian :

1. Pars tensa, merupakan bagian terbesar dari membran timpani suatu permukaan yang tegang dan bergetar sekeliling menebal dan melekat pada anulus fibrosus pada sulkus timpanikus bagian tulang dari tulang temporal.

2. Pars flasida atau membran Shrapnell, letaknya dibagian atas muka dan lebih tipis dari pars tensa dan pars flasida dibatasi oleh 2 lipatan yaitu :

1. Plika maleolaris anterior ( lipatan muka).
2. Plika maleolaris posterior ( lipatan belakang).



Membran timpani terletak dalam saluran yang dibentuk oleh tulang dinamakan sulkus timpanikus. Akan tetapi bagian atas muka tidak terdapat sulkus ini dan bagian ini disebut insisura timpanika ( Rivini).

Permukaan luar dari membrana timpani disarafi oleh cabang n. Aurikulo temporalis dari nervus mandibula dan nervus vagus. Permukaan dalam disarafi oleh n. timpani cabang dari nervus glosofaringeal. Aliran darah membrana timpani berasal dari permukaan luar dan dalam. Pembuluh-pembuluh epidermal berasal dari aurikula yang dalam cabang dari arteri maksilaris interna. Permukaan mukosa telinga tengah didarahi oleh timpani anterior cabang dari arteri maksilaris interna dan oleh stylomastoid cabang dari arteri aurikula posterior.



Gambar 4. Aliran Darah Membran Timpani



II.4 Fisiologi Membran Timpani

Membran timpani terletak di telinga bagian tengah yang berfungsi mentransformasikan geloombang udara ke gelombang air. Membran timpani berperan pada fisiologi pendengaran dimana getaran suara yang ditangkap oleh daun telinga akan menggetarkan membran timpani selanjutnya getaran akan diteruskan ke tulang-tulang pendengaran. Ketika terjadi perforasi pada membran telinga maka akan terjadi penurunan rasio transformasi, yang normalnya adalah 22:1.2



II.5 Etiologi Perforasi Membran Timpani

Perforasi membran timpani dapat diakibatkan oleh berbagai sebab, yaitu:2,6

1. Infeksi, penyebab tersering, termasuk oleh bakteri, mikobakterium dan virus.
2. Trauma, dibagi menjadi

l Trauma penetrasi

l Trauma tumpul

l Fraktur tulang temporal

l Fraktur longitudinal lebih sering terjadi.

l Tamparan

l Termal

l Tukang las dan besi.

l Pemanasan

l Barotrauma

l Penelitian terhadap kadaver-14-33 lbs/in²

l Keller (1958) – pada suara dengan 195-199 dB

l Iatrogenik

l Retensi ventilasi tube

l Nicoles dkk –40% insiden perforasi dengan retensi tube lebih dari 36 bulan dan 19% pada kurang dari 36 bulan.



II.6 Evaluasi Preoperatif

Pasien yang akan di miringoplasti harus dilakukan pemeriksaan lengkap meliputi pemeriksaan saraf fasialis, keadaan telinga luar, Tullio’s Phenomenon, otomikroskopi terhadap kanal telinga, keadaan membran timpani termasuk lokasi dan ukuran perforasi, retraksi dan jaringan granulasi serta keadaan telinga tengah melalui lubang perforasi. Pasien juga akan dilakukan tes audiometri pada keadaan telinga kering untuk mengetahui refleks akustik dan keadaan udara dan tulang, selain itu timpanometri dapat dilakukan. Selain itu, keadaan umum pasien seperti riwayat penyakit yang pernah diderita (DM, hipertensi) 2,8



II.7 Indikasi dan Syarat

Indikasi dilakukannya miringoplasti adalah:7

1. Penderita dengan tuli konduksi karena perforasi membran timpani atau disfungsi ossikular.
2. Otitis media kronik atau rekuren sekunder terhadap kontaminasi.
3. Tuli konduksi progresif karena patologi telinga tengah.
4. Perforasi atau tuli persisten lebih dari 3 bulan karena trauma, infeksi atau pembedahan.
5. Ketidakmampuan untuk berenang dengan aman.





Sedangkan syarat dilakukannya miringoplasti adalah:

1. Perforasi terjadi di sentral dimana keadaan telinga sudah kering paling tidak 6 minggu.
2. Mukosa telinga tengah normal.
3. Osikular yang utuh.
4. Keadaan koklea baik.



II.8 Tujuan

Adapun tujuan dari miringoplasti tidak lain adalah untuk memperbaiki ketidakutuhan dari membran timpani sehingga fungsi pendengaran akan kembali normal, mengeradikasi penyakit telinga tengah dan membuat ruang udara pada telinga tengah.7



II.9 Teknik Miringoplasti

Sejak diperkenalkannya timpanoplasti tahun 1952 oleh Zollner dan Wullstein,

banyak material tandur dan metode penempatannya dilakukan untuk menutup perforasi membran timpani. Termasuk diantaranya timpanoplasti medial (underlay), timpanoplasti lateral (overlay), timpanoplasti sandwich film, timpanoplasti Crowncork, timpanoplasti swinging door, laser-assisted spot welding technique, fascia pegging, dan teknik mikroklip. Di antara semua teknik, yang paling popular untuk menutup perforasi membran timpani adalah teknik medial dan lateral.1



1. Overlay technique (lateral grafting)1,7

Teknik ini cukup sulit sehingga harus dilakukan oleh ahlinya. Pada overlay technique, materi graft dimasukan di bawah skuamosa (lapisan kulit) dari membran timpani. Kesulitannya pada memisahkan tiap lapisan dari membran timpani kemudian menempatkan graft di atas perforasi.

Teknik lateral bisa digunakan untuk semua jenis perforasi dan dapat meminimalisasi kemungkinan reduksi rongga telinga tengah. Teknik ini memiliki keberhasilan yang tinggi dan efektif untuk perforasi yang besar dan perforasi anterior. Kerugian teknik ini adalah dapat terjadi anterior blunting, lateralisasi tandur, membutuhkan manipulasi maleus, waktu penyembuhan yang lama, waktu operasi yang lama, dan operasi akan sulit dilakukan untuk perforasi yang kecil dan retraction pocket.

Cara Teknik Lateral; prosedur yang digunakan adalah anestesi lokal dengan pendekatan transkanal.



Gambar 5. Insisi Transkanal



Corong telinga ditempatkan pada meatus akustikus eksternus. Seluruh pinggiran perforasi membran timpani dilukai dan dibuang dengan menggunakan cunam pengungkit dan cunam pemegang. Sisa membran timpani di atas manubrium malei dibersihkan. Mukosa di bagian medial sekeliling sisa membran timpani dilukai secukupnya untuk tempat menempel fasia temporalis.



Gambar 6. Pengambilan Graft dari Fasia Temporalis

Dibuat jabir timpanomeatal di bagian posterior dengan cara insisi semisirkuler kulit kanalis akustikus eksternus sejajar anulus fibrosus dengan jarak 4-5 mm dari membran timpani. Dengan menggunakan pisau bulat, dibuat insisi pada kulit kanalis dimulai dari notch Rivinus sampai ke posisi jam 6.



Gambar 7. Prosedur Lateral Grafting



Kemudian kulit tersebut dilepaskan dari tulang kanalis akustikus eksternus dengan menggunakan disektor ke arah medial sampai melepaskan anulus serta sisa membran timpani.



Gambar 8. Pelepasan Kanal dan Kulit Membran Timpani



Jabir yang terbentuk dielevasikan ke arah anterior sampai kavum timpani. Kavum timpani diisi dengan potongan-potongan kecil spongostan yang telah dicelupkan ke dalam larutan kemisetin. Melalui terowongan yang terbentuk di bawah jabir timpanomeatal, tandur ditempatkan sedemikian rupa di bagian lateral dari anulus sehingga menutup seluruh perforasi membran timpani. Jabir kemudian dikembalikan ke tempat semula, sehingga sebagian tandur terletak di antara jabir dan tulang kanalis akustikus eksternus.



Gambar 9. Pembentukan Fasia Graft



Pada bagian lateral membran timpani baru tersebut kemudian diletakkan potongan-potongan spongostan yang telah dicelupkan ke dalam larutan kemisetin sehingga memenuhi setengah kanalis akustikus eksternus. Telinga kemudian dibalut.



Gambar 10. Penempatan Kembali Kanal dan Kulit Membran Timpani

2. Underlay technique (medial grafting)1,7

Teknik ini lebih simple dan biasa dilakukan. Graft ditempatkan di bawah tympanomeatal flap yang telah dielevasi makanya teknik ini dinamai sebagai underlay technique.

Keuntungan dari teknik ini adalah mudah dilakukan dengan hasil yang cukup memuaskan. Selain itu, menghindari risiko lateralisasi dan blunting pada sulkus anterior dan memiliki angka keberhasilan tinggi terutama pada perforasi membran timpani posterior. Kerugian teknik ini adalah tidak terdapatnya visualisasi yang adekuat pada daerah anterior telinga tengah terutama bila dilakukan dengan pendekatan transkanal, kemungkinan jatuhnya tandur anterior ke dalam kavum timpani dan reduksi ruang telinga tengah dengan konsekuensi meningkatnya risiko adhesi tandur pada promontorium terutama pada perforasi anterior dan subtotal. Penelitian lain melaporkan keberhasilan miringoplasti dengan teknik medial (underlay) sebesar 92% dari 96 kasus miringoplasti dengan pendekatan transkanal.

Cara Teknik medial; prosedur yang digunakan adalah anestesi lokal dengan pendekatan transkanal. Corong telinga ditempatkan pada meatus akustikus eksternus. Seluruh pinggiran perforasi membran timpani dilukai dan dibuang dengan menggunakan cunam pengungkit dan cunam pemegang. Sisa membran timpani di atas manubrium malei dibersihkan. Mukosa di bagian medial sekeliling sisa membran timpani dilukai secukupnya untuk tempat menempel fasia temporal.



Gambar 11. Debridemen Pinggiran Perforasi

Dibuat jabir timpanomeatal di bagian posterior dengan cara insisi semisirkuler kulit kanalis akustikus eksternus sejajar anulus fibrosus dengan jarak 4-5 mm dari membran timpani. Dengan menggunakan pisau bulat, dibuat insisi pada kulit kanalis dimulai dari notch Rivinus sampai ke posisi jam 6. Kemudian kulit tersebut dilepaskan dari tulang kanalis akustikus eksternus dengan menggunakan disektor ke arah medial sampai melepaskan anulus serta sisa membran timpani. Jabir yang terbentuk dielevasikan ke arah anterior sampai kavum timpani.



Gambar 12. Elevasi Timpanomeatal Flap



Kavum timpani diisi dengan potongan-potongan kecil spongostan yang telah dicelupkan ke dalam larutan kemisetin. Melalui terowongan yang terbentuk di bawah jabir timpanomeatal, tandur ditempatkan sedemikian rupa di bagian medial manubrium malei sehingga menutup seluruh perforasi membran timpani.

Gambar 13. Telinga Tengah dengan Gelfoam

Kemudian seluruh pinggiran tandur ditempatkan serta diselipkan di bagian medial sekeliling sisa membran timpani sejauh kira-kira 2 mm secara merata kecuali sebagian tandur yang terletak di bagian posterior diletakkan di atas tulang kanalis akustikus eksternus di bawah jabir timpanomeatal.



Gambar 14. Penempatan Fasia Graft



Jabir kemudian dikembalikan ke tempat semula, sehingga sebagian tandur terletak di antara jabir dan tulang kanalis akustikus eksternus. Pada bagian lateral membran timpani baru tersebut kemudian diletakkan potongan-potongan spongostan yang telah dicelupkan ke dalam larutan kemisetin sehingga memenuhi setengah kanalis akustikus eksternus. Telinga kemudian dibalut.



Gambar 15. Pengembalian Flap Timpanomeatal





3. Teknik Mediolateral

Salah satu kegagalan yang serius pada penggunaan teknik penanduran adalah lateralisasi membran timpani. Lateralisasi membran timpani adalah keadaan permukaan membran timpani yang dapat dilihat, terletak pada cincin tulang anulus dan kehilangan kontak dengan sistem mekanisme konduksi telinga tengah. Untuk menghindari kegagalan yang terjadi pada miringoplasti baik pada teknik medial maupun lateral maka dilakukan teknik lain yaitu teknik mediolateral, dengan cara menempatkan tandur di bagian medial pada setengah bagian posterior membran timpani dan perforasi termasuk prosesus longus maleus, dan lateral terhadap setengah perforasi di bagian anterior untuk menghindari terjadinya lateralisasi.

Pada perforasi anterior maupun subtotal, pendekatan transkanal terutama pada

kanalis akustikus eksterna bagian anterior yang menonjol, merupakan hambatan untuk menempatkan tandur di bagian anterior secara akurat sehingga ditemukan kegagalan miringoplasti baik pada teknik medial maupun lateral yang dilakukan pada pendekatan transkanal. Oleh karena itu dipertimbangkan apakah teknik mediolateral dengan pendekatan transkanal dapat mengurangi kegagalan miringoplasti pada kedua teknik terdahulu. Anestesi lokal digunakan dengan pertimbangan biaya yang lebih murah, dapat digunakan pada pasien yang lebih kooperatif, serta menghindari masuknya N2O pada rongga kavum timpani yang dapat mendorong tandur keluar bila dilakukan anestesi umum.

Cara Teknik Mediolateral: Prosedur yang digunakan adalah anestesi lokal dengan pendekatan transkanal. Fasia temporalis diambil, dipres, dan dikeringkan dibawah lampu operasi. Tepi perforasi disegarkan dengan cara melukai kembali tepi perforasi tersebut. Insisi kulit kanalis eksternus secara vertikal dibuat pada jam 12 dan jam 6. Insisi pada jam 6 bisa dilebarkan sampai ke kanan atas anulus. Insisi pada jam 12 diperluas ke arah inferior sampai beberapa millimeter di atas anulus untuk mempertahankan suplai pembuluh darah kulit kanalis eksternus anterior yang digunakan sebagai dasar tandur bagian superior. Timpanomeatal flap bagian posterior dielevasikan, dan tulang-tulang pendengaran dievaluasi (Gambar 2A).

Apabila tidak terdapat fiksasi pada tulang-tulang pendengaran, pembedahan dilakukan dengan membuat insisi horizontal menggunakan pisau setengah lingkaran pada kulit kanalis eksternus anterior. Jarak insisi kanalis anterior-horizontal dari anulus anterior harus sama dengan diameter perforasi.

Setelah insisi, kulit kanalis eksternus bagian anterior dielevasikan ke lateral dan medial. Kanaloplasti dilakukan dengan membuang tulang anterior yang berada diatasnya menggunakan bor tulang bermata diamond sehingga anulus posterior dapat terlihat jelas. Jabir kulit kanalis anteromedial dielevasikan ke atas sampai mencapai anulus atau tepi membran timpani. Pada bagian anulus ini, hanya lapisan epitel squamosa membran timpani saja yang dielevasi dengan hati-hati kearah setengah bagian anterior tepi perforasi, sehingga bagian anulus anterior tetap intak (Gambar 2B). Ke dalam kavum timpani diletakkan potongan-potongan spongostan yang telah dibasahi tetes telinga antibiotik fluorokuinolon yang bersifat nontoksik.





Gambar 16. Mediolateral Teknik



Berbeda dengan teknik tandur medial, pada teknik ini packing telinga tengah yang terdiri dari potongan spongostan tersebut tidak harus padat. Tandur fasia temporalis kemudian ditempatkan di bagian medial perforasi untuk menutupi setengah bagian posterior perforasi tersebut. Pada perforasi bagian anterior, tandur diletakkan lateral terhadap pinggir perforasi yaitu di atas anulus anterior untuk menutupi setengah perforasi sisanya (Gambar 2C). Untuk menghindari anterior blunting, tandur ditempatkan hanya sampai dengan sulkus anterior di atas anulus tersebut. Sebagai lapisan penutup kedua, kulit kanalis anteromedial dirotasikan untuk menutupi perforasi dengan fasia sebagai dasar jabir superior (Gambar 2D).

Kulit kanalis anterolateral dikembalikan ke tempatnya, dan dilanjutkan dengan menempatkan potongan-potongan spongostan yang telah dibasahi antibiotik pada kanalis akustikus eksterna yang berfungsi sebagai packing. Pada meatus akustikus eksternus diletakkan tampon kassa yang telah diberi salep antibiotik.1



II.10 Perawatan Postoperatif

Umumnya, pasien dapat kembali ke rumah dalam 2-3 jam pasca miringoplasti. Antibiotik dapat diberikan dengan analgetik . setelah 10 hari, perban dibuka, telinga dievaluasi untuk melihat apakah graft berhasil tumbuh. Hindari telinga dari air. Jika terdapat alergi atau pilek, dapat diberikan antibiotic dan dekongestan. Pasien sudah dapat kembali bekerja setelah 5-6 hari, dan dilakukan pemeriksaan di bawah mikroskop untuk melihat keberhasilan miringoplasti.

Perawatan pasca operasi dilakukan demi kenyamanan pasien. Infeksi dapat dicegah dengan topikal antibiotik pada kanal telinga. Untuk proses penyembuhan yang sempurna, graft harus bebas dari infeksi. Aktifitas yang dapat mengubah tekanan timpani harus dihindari, seperti bersin, menggunakan pipet untuk minum, atau terjadi pembengkakan pada hidung. Pendengaran akan kembali normal setelah 4-6 minggu setelah operasi. Setelah 2-3 bulan pasca operasi dilakukan audiogram untuk evaluasi kemajuan terapi.8,9





II.11 Prognosis

Keberhasilan timpanoplasti mencapai 90% dalam memperbaiki fungsi membran timpani. Beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan timpanoplasti adalah:8

1. Telinga yang kering (keadaan telinga),
2. Letak perforasi membran timpani,
3. Perforasi lebih dari 50%,
4. Masih adanya malleus, dan
5. Tipe graft.



II.12 Komplikasi

Setiap tindakan tidak lepas dari resiko yang akan terjadi. Pada tindakan miringoplasti, komplikasi yang bisa terjadi adalah:2

* Infeksi
o Akibat tindakan operasi yang aseptiknya kurang baik.
o Kontaminasi alat-alat.
o Kegagalan graft berhubungan dengan infeksi pasca operasi.
* Kegagalan graft
o Infeksi
o Inadequate packing (anterior mesotympanum)
o Kesalahan teknik.
* Kondroitis
* Trauma nervus korda timpani
* Tuli sensorineural dan vertigo
o Manipulasi berlebihan terhadap osikel.
* Peningkatan tuli konduksi
o Blunting
+ Meluasnya graft ke dinding kanal pada lateral grafting.
o Lateralisasi membran timpani dari malleus.
* Stenosis kanal auditori eksternal
o Lateral grafting











BAB III

Kesimpulan



1. Membran timpani adalah penghubung antara telinga luar dan telinga tengah yang berfungsi dalam mentransmisikan getaran suara ke telinga tengah dan tulang-tulang pendengaran.
2. Perforasi membran telinga akan mempengaruhi fungsi pendengaran penderita, berbagai penyebab terjadinya perforasi membran telinga yaitu, infeksi dan trauma (penetrasi, tumpul, barotraumas dan iatragenik)
3. Penanganan perforasi dapat dilakukan dengan tindakan miringoplasti atau timpanoplasti tipe 1 dengan syarat perforasi terjadi di sentral dimana keadaan telinga sudah kering paling tidak 6 minggu, mukosa telinga tengah normal, osikular yang utuh dan keadaan koklea baik.
4. Ada beberapa teknik miringoplasti dan yang paling sering dilakukan adalah teknik lateral, medial dan mediolateral. Terdapat beberapa kelebihan dan kerugian dari teknik-teknik tersebut.
5. Hasil dari miringoplasti cukup memuaskan tergantung dari telinga yang kering (keadaan telinga), letak perforasi membran timpani, perforasi lebih dari 50%, masih adanya malleus, dan tipe graft.
6. Komplikasi dari tindakan miringoplasti adalah Infeksi, kegagalan graft, kondroitis, trauma nervus korda timpani, tuli sensorineural dan vertigo, peningkatan tuli konduksi, stenosis kanal auditori eksternal.

















Daftar Pustaka



1. Boesoirie Shinta, Lasminingrum Lina, dkk. Perbandingan Keberhasilan Miringoplasti Mediolateral Dengan Medial Dan Lateral Pada PErforasi Anterior Dan Subtotal Dengan Pendekatan Transkanal. http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009/04/perbandingan_keberhasilan_miringoplasti_mediolateral_dengan_medial_dan_lateral.pdf. Diakses pada 13 April 2010.



2. Muller Christoper, Gadre Arun. Tympanoplasty. http://www.utmb.edu/otoref/grnds/T-plasty-030115/T-plastyslides-030115.pps. Diakses pada 13 April 2010.



3. Anonim. Eardrum. http://en.wikipedia.org/wiki/Eardrum. Diakses pada 14 April 2010.



4. G Gwilym. Applied Anatomy: The Construction Of The Human Body. http://chestofbooks.com/health/anatomy/Human-Body-Construction/The-Ear-Part-2.html. Diakses pada 14 April 2010.



5. Soetirto Indro, Hendarmin Hendarto, dkk. Gangguan Pendengaran. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Telinga Kepala Leher. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2001, hal. 9-12.



6. Boesoirie S Thaufiq, Lasminingrum Lina. Perjalanan Klinis Dan Penatalaksanaan Otitis Media Supuratif. http://www.mkb-online.org/index.php?option=com_content&view=category&layout=blog&id=1&Itemid=55. Diakses pada 13 April 2010.



7. M.S Balasubramanian. Myringoplasty. .http://drtbalu.sitesled.com/Myringoplasty.html. Diakses pada 13 April 2010.



8. Derby Hospitals. Myringoplasty/Tympanoplasty. http://www.burtonhospitals.nhs.uk/showLeaflet.aspx?leafletID=540. Diakses pada 13 April 2010.



9. Anonim. Tympanoplasty. http://www.surgeryencyclopedia.com/St-Wr/Tympanoplasty.html. Diakses pada 13 April 2010.

Tags: coass, ilmiah